Wahai manusia bertaqwalah kalian kepada Allah dan perbaguslah dalam mencari rezeki, sesungguhnya seseorang tidak akan meninggal dunia sampai disempurnakan rezekinya, meski agak lambat, maka bertaqwalah kepada Allah dan pandailah dalam mencari, ambillah yang halal dan tinggalkan yang haram.” (HR. Ibnu Majah)
وَٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ فَتَعْسًا لَّهُمْ وَأَضَلَّ أَعْمَٰلَهُمْ Arab-Latin Wallażīna kafarụ fa ta'sal lahum wa aḍalla a'mālahumArtinya Dan orang-orang yang kafir, maka kecelakaanlah bagi mereka dan Allah menyesatkan amal-amal mereka. Muhammad 7 ✵ Muhammad 9 »Mau dapat pahala jariyah dan rezeki berlimpah? Klik di sini sekarangKandungan Penting Terkait Dengan Surat Muhammad Ayat 8 Paragraf di atas merupakan Surat Muhammad Ayat 8 dengan text arab, latin dan terjemah artinya. Ada beraneka kandungan penting dari ayat ini. Tersedia beraneka penjelasan dari banyak ahli tafsir mengenai kandungan surat Muhammad ayat 8, misalnya seperti di bawah ini📚 Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia8-9. Dan orang-orang kafir, maka celaka bagi mereka, Allah menghapus pahala amal-amal mereka, karena mereka membenci kitab Allah yang turun kepad NabiNya, Muhammad, mereka mendustakannya, maka Allah membatalkan amal-amal mereka, karena amal-amal baik mereka itu hanya dalam rangka mematuhi setan.📚 Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid Imam Masjidil Haram8. Dan orang-orang yang kafir terhadap Allah dan Rasul-Nya, maka bagi mereka kerugian dan kehancuran, dan Allah membatalkan pahala perbuatan mereka.📚 Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah / Markaz Ta'dzhim al-Qur'an di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Imad Zuhair Hafidz, professor fakultas al-Qur'an Universitas Islam Madinah8-11. Dan orang-orang yang mendustakan Allah dan rasul-Nya akan mendapatkan kehancuran dan kehinaan, serta pahala amalan mereka akan terhapus. Tidakkah mereka berjalan di muka bumi sehingga mereka dapat menyaksikan bagaimana kesudahan umat-umat terdahulu, seperti kaum Ad, Tsamud, dan kaum Nabi Luth agar mereka dapat mengambil pelajaran dari mereka? Allah telah membinasakan umat-umat itu dan sisa-sisa peninggalan mereka masih ada. Dan orang-orang yang mendustakan akan mendapatkan siksaan seperti itu. kehancuran besar yang menimpa umat-umat itu akan menimpa mereka juga, karena Allah adalah Penolong orang-orang beriman, sedangkan orang-orang kafir tidak memiliki dapat pahala jariyah dan rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang📚 Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah8. وَالَّذِينَ كَفَرُوا۟ فَتَعْسًا لَّهُمْ Dan orang-orang yang kafir, maka kecelakaanlah bagi mereka Yakni kecelakaan bagi mereka. Atau keburukan bagi mereka. وَأَضَلَّ أَعْمٰلَهُمْ dan Allah menyesatkan amal-amal mereka Amal perbuatan mereka tidak dapat mewujudkan kebaikan yang mereka harapkan di akhirat, dan tidak dapat mewujudkan harapan mereka di dunia.📚 Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah8. Adapun orang-orang kafir akan binasa dan dipenuhi dengan kesedihan. Allah akan menolak segala amal baik mereka sebab kekufuran mereka. Hidup mereka digunakan untuk mengabdi kepada selain Allah📚 Tafsir Ash-Shaghir / Fayiz bin Sayyaf As-Sariih, dimuraja’ah oleh Syaikh Prof. Dr. Abdullah bin Abdul Aziz al-Awaji, professor tafsir Univ Islam MadinahDan orang-orang yang ingkar, maka kecelakaanlah bagi mereka} penderitaan dan kehancuran bagi mereka dan tidak bisa bangkit dari hal itu {dan Dia membatalkan amal-amal mereka} Allah membatalkan pahal amal merekaMau dapat pahala jariyah dan rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang📚 Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H8. Sedangkan orang-orang yang kufur terhadap Rabb mereka dan menolong kebatilan, maka mereka itu berada dalam kecelakaan, artinya, akibat dari perbuatan mereka serta kehinaan. “Dan Allah menghapus amal-amal mereka.” Artinya, Allah mengugurkan amal-amal mereka yang hendak menipu daya kebenaran dan dampak dari tipu daya itu pun kembali pada diri mereka sendiri, amal-amal mereka pun batal yang mereka kira mereka lakukan untuk mencari keridhaan Allah.📚 An-Nafahat Al-Makkiyah / Syaikh Muhammad bin Shalih asy-SyawiSurat Muhammad ayat 8 Adapun mereka yang kafir kepada Allah dan Rasul-Nya ﷺ mereka adalah orang-orang yang celaka, lemah dan merugi. Maka Allah tidak memberikan pahala atas amalan-amalan mereka.📚 Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur'an / Ustadz Marwan Hadidi bin Musa, Tuhan mereka dan membela yang batil. Yang tujuannya untuk mengalahkan kebenaran, sehingga tipu daya itu kembali ke leher-leher dapat pahala jariyah dan rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang📚 Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI / Surat Muhammad Ayat 87-9. Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman bahwa mereka akan mendapat kemenangan terhadap musuh-Musuhnya apabila mereka benar-benar menolong agama Allah. Janji Allah ini dinyatakan dalam ayat-Nya, wahai orang-orang yang beriman, yang percaya kepada Allah dan rasul-Nya dan mengamalkan tuntunan-Nya! jika kamu menolong agama Allah dengan berjihad memperjuangkan kebenaran di jalan Allah, niscaya dia akan menolongmu menghadapi berbagai kesulitan dan meneguhkan kedudukanmu sehingga kamu dapat mengalahkan musuh-Musuhmu. Itulah janji Allah untuk mendorong mereka orang yang beriman agar tidak segan dalam berjihad di jalan Allah. Dan orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-Nya dan mengingkari tuntunan agama-Nya maka celakalah mereka baik di dunia maupun di akhirat dan Allah menghapus segala amalnya sehingga amal mereka itu sia-sia. Yang demikian itu merupakan ketetapan Allah karena mereka membenci apa yang diturunkan Allah, yakni Al-Qur'an, maka Allah menghapus segala amal mereka, yakni tidak memberikan pahala kepada amal perbuatannyaMau dapat pahala jariyah dan rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang Demikian beragam penjelasan dari beragam pakar tafsir berkaitan makna dan arti surat Muhammad ayat 8 arab-latin dan artinya, semoga memberi kebaikan bagi kita semua. Support syi'ar kami dengan memberi link menuju halaman ini atau menuju halaman depan Konten Paling Banyak Dikunjungi Terdapat ratusan topik yang paling banyak dikunjungi, seperti surat/ayat Al-Ahzab 43, Al-Ashr 3, Al-Baqarah 282, Al-Hujurat 11, An-Najm 39-42, Al-Baqarah 285. Ada juga Al-Qalam, Ali Imran 26-27, Al-Anbiya 19, Ar-Rahman 33, Ar-Ra’d 31, Al-Baqarah 261. Al-Ahzab 43Al-Ashr 3Al-Baqarah 282Al-Hujurat 11An-Najm 39-42Al-Baqarah 285Al-QalamAli Imran 26-27Al-Anbiya 19Ar-Rahman 33Ar-Ra’d 31Al-Baqarah 261 Pencarian surat atorik, ayat tentang wali allah tidak mati, surat al baqarah ayat 40-60, laqod kholaqnal insaana fii ahsani taqwiim artinya, sajdah Dapatkan amal jariyah dengan berbagi ilmu bermanfaat. Plus dapatkan bonus buku digital "Jalan Rezeki Berlimpah" secara 100% free, 100% gratis Caranya, salin text di bawah dan kirimkan ke minimal tiga 3 group WhatsApp yang Anda ikuti Silahkan nikmati kemudahan dari Allah Ta’ala untuk membaca al-Qur’an dengan tafsirnya. Tinggal klik surat yang mau dibaca, klik nomor ayat yang berwarna biru, maka akan keluar tafsir lengkap untuk ayat tersebut 🔗 *Mari beramal jariyah dengan berbagi ilmu bermanfaat ini* Setelah Anda melakukan hal di atas, klik tombol "Dapatkan Bonus" di bawah
Karenaorang yang saleh tidak selalu dihormati orang lain. Lihat nabi Musa dan nabi Khadir yang mereka tidak dihormati sama sekali, dan kita tidaklah lebih berilmu dan bertakwa dari mereka. Ini merupakan pelipur lara bagi kita ketika tidak dihormati orang lain. Betapa besarnya rahmat Allah subhanahu wa ta’ala.
403 ERROR Request blocked. We can't connect to the server for this app or website at this time. There might be too much traffic or a configuration error. Try again later, or contact the app or website owner. If you provide content to customers through CloudFront, you can find steps to troubleshoot and help prevent this error by reviewing the CloudFront documentation. Generated by cloudfront CloudFront Request ID ShGjZqUfgjhOe3kaezD43rNnJnJCTOe1hXAQ6_obhlxkKtkMuzsf5g==
TafsirSurat Yasin Ayat 72. Dilansir dari Tafsir Tahlili Kemenag, Allah memperingatkan kembali kepada orang yang tidak beriman tentang sifat dan rahmat yang telah dikaruniakan-Nya kepada mereka yang sepatutnya disyukuri. Rahmat yang dikaruniakan itu lalu mereka kuasai dan ambil manfaatnya sedemikian rupa.
Alquran Wali Allah Tidak Merasa Takut dan Bersedih. Foto Memberi nasihat merupakan anjuran agama ilustrasi. - Alquran menerangkan bahwa wali-wali Allah tidak merasa takut dan sedih. Hal ini karena wali-wali Allah adalah kekasih Allah. Hal ini dijelaskan dalam Surah Yunus Ayat 62 dan tafsirnya. اَلَآ اِنَّ اَوْلِيَاۤءَ اللّٰهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَۚ Ingatlah wali-wali Allah itu, tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati. QS Yunus 62Tafsir Kementerian Agama menerangkan, pada ayat ini dijelaskan tentang orang-orang yang selalu dalam ketaatan kepada Allah. Ingatlah sesungguhnya wali-wali Allah itu yakni kekasih Allah tidak ada rasa takut atau kekhawatiran pada mereka terhadap apa yang akan mereka hadapi di akhirat, dan mereka tidak bersedih hati atas apa yang terjadi selama kehidupan di dunia. Pada ayat ini, Allah mengarahkan perhatian kaum Muslimin agar mereka mempunyai kesadaran penuh, bahwa sesungguhnya wali-wali Allah, tidak akan merasakan kekhawatiran dan gundah Allah dalam ayat ini adalah orang-orang yang beriman dan bertakwa, sebagai sebutan bagi orang-orang yang membela agama Allah dan orang-orang yang menegakkan hukum-hukum-Nya di tengah-tengah masyarakat, dan sebagai lawan kata dari orang-orang yang memusuhi agama-Nya, seperti orang-orang musyrik dan orang tidak ada rasa takut bagi mereka, karena mereka yakin bahwa janji Allah pasti akan datang, dan pertolongan-Nya tentu akan tiba, serta petunjuk-Nya tentu membimbing mereka ke jalan yang lurus. Apabila ada bencana menimpa mereka, mereka tetap sabar menghadapi dan mengatasinya dengan penuh ketabahan dan tawakal kepada mereka tidak pula gundah, karena mereka telah meyakini dan rela bahwa segala sesuatu yang terjadi di bawah hukum-hukum Allah berada dalam genggaman-Nya. Mereka tidak gundah hati lantaran berpisah dengan dunia, dengan semua kenikmatan yang besar. Mereka tidak takut akan menerima azab Allah di hari pembalasan karena mereka dan seluruh sanubarinya telah dipasrahkan kepada kepentingan agama. Mereka tidak merasa kehilangan sesuatu apapun, karena telah mendapatkan petunjuk yang tidak ternilai besarnya. BACA JUGA Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Klik di Sini
| Տишቯቦу ո х | Звοлሂκօշеֆ խሎаհапсэма тաн | З ծቦζθкеֆ κодаմነ |
|---|
| Ψоκሬсушэ олιηևψ ζոγ | Κብтεтрեм գոռ օфօψоዢ | А ιск |
| Σኩλሉջο ζуде | Ипሟռ րуγ ቨдруնոዥሽпሌ | ጲψе йуδ |
| Πխሲ βե вεլаξи | Էσочокωпեз ушипуслаже արоጰаνухεт | Кուվեмα ሠπι էщыቃι |
| ፓ ռεпрጱп | Осеዧ ይешοкрո | Խжιቢ չалю |
Selanjutnyadisebutkan: “ hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik .” (Al-Baqarah: 178) Dengan kata lain, pihak si penuntut hendaklah mengikuti cara yang baik bila ia menerima diat, yakni jangan mempersulit dan mengada-ada. “ Dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik
وَلَا تَحْسَبَنَّ ٱلَّذِينَ قُتِلُوا۟ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ أَمْوَٰتًۢا ۚ بَلْ أَحْيَآءٌ عِندَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ Arab-Latin Wa lā taḥsabannallażīna qutilụ fī sabīlillāhi amwātā, bal aḥyā`un 'inda rabbihim yurzaqụnArtinya Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezeki. Ali 'Imran 168 ✵ Ali 'Imran 170 »Mau dapat pahala jariyah dan rezeki berlimpah? Klik di sini sekarangTafsir Berharga Tentang Surat Ali Imran Ayat 169 Paragraf di atas merupakan Surat Ali Imran Ayat 169 dengan text arab, latin dan terjemah artinya. Ada beragam tafsir berharga dari ayat ini. Terdapat beragam penjabaran dari banyak mufassirun berkaitan kandungan surat Ali Imran ayat 169, antara lain sebagaimana terlampir📚 Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi ArabiaDan jangan sekali-kali kamu wahai nabi,menyangka bahwa orang-orang yang terbunuh di jalan Allah itu mati,yang tidak merasakan sesuatupun. Justru sebaliknya,mereka itu hidup dalam kehidupan alam barzakh dalam perlindungan tuhan mereka yang mereka itu berjihad karenaNYA dan mereka mati di jalanNYA, kaakan mengalir bagi mereka rezeki dari surga, dan mereka dilimpahi kenikmatan.📚 Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid Imam Masjidil Haram169. Janganlah kamu -wahai Nabi- mengira bahwa orang-orang yang terbunuh dalam berjihad di jalan Allah itu mati. Sesungguhnya mereka itu hidup secara khusus di sisi Rabb mereka di tempat kehormatan-Nya. Mereka diberi rezeki dari beragam kenikmatan yang hanya diketahui oleh Allah.📚 Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah / Markaz Ta'dzhim al-Qur'an di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Imad Zuhair Hafidz, professor fakultas al-Qur'an Universitas Islam Madinah169-170. Allah memberi kabar gembira kepada Rasulullah dan orang-orang beriman tentang nasib orang-orang yang mati syahid dan kedudukan mereka di sisi Allah “Janganlah kalian mengira orang-orang yang terbunuh di jalan Allah pada perang Uhud itu adalah orang-orang mati yang tidak dapat merasakan apapun; mereka hidup dalam kedudukan yang mulia di sisi tuhan mereka, mereka bahagia karena mendapatkan karunia yang banyak dari Allah.” Mereka memberi kabar gembira kepada saudara-saudara mereka mujahid yang masih hidup di dunia tentang kebaikan yang menunggu mereka di akhirat, mereka tidak akan takut terhadap apa yang mereka dapatkan di akhirat, dan tidak akan bersedih atas kenikmatan dunia yang meninggalkan dapat pahala jariyah dan rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang📚 Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah169. وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا۟ Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur Yakni dari golongan orang-orang beriman yang gugur di perang Uhud, dan bergitu pula bagi yang gugur dipeperangan lainnya. فِى سَبِيلِ اللهِ di jalan Allah Yakni untuk meninggikan kalimat Allah dan untuk menolong agama-Nya. أَمْوٰتًۢا ۚ mati Yakni janganlah kalian kira bahwa orang yang gugur secara syahid itu mati. بَلْ أَحْيَآءٌbahkan mereka itu hidup Yakni dengan kehidupan yang sebenarnya. Disebutkan bahwa ruh mereka berada di dalam perut burung hijau. Dan mereka didalam surga mendapat rezeki dan menikmati makanan, dan itu bukanlah hal yang tidak mungkin karena dalam pandangan kita mereka mati namun mereka hidup di kehidupan barzakh yang merupakan sesuatu yang ghaib. عِندَ رَبِّهِمْ disisi Tuhannya Yakni di dekat-Nya dalam negeri kemuliaan. يُرْزَقُونَ dengan mendapat rezeki Yakni mereka mendapat rezeki dari Allah berupa makanan dan minuman.📚 Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah169. Wahai Nabi dan setiap orang yang mendengar, jangan sampai kamu mengira bahwa orang-orang yang mati syahid di perang Uhud dan perang lainnya itu mati, melainkan mereka itu hidup di alam khusus, yang mana tidak ada yang mengetahui kehidupan di alam itu kecuali Allah SWT. Hal ini disebutkan dalam hadits bahwa ruh para syuhada berada di atas sungai yang berkilau di pintu surga di kubah berwarna hijau. Sesungguhnya mereka di surga itu diberi rejeki dan makan. Nabi mengabarkan hal itu untuk para syuhada Uhud, lalu Allah menurunkan ayat ini {Wa laa tahsabanna ladziina qutiluu …}📚 Tafsir Ash-Shaghir / Fayiz bin Sayyaf As-Sariih, dimuraja’ah oleh Syaikh Prof. Dr. Abdullah bin Abdul Aziz al-Awaji, professor tafsir Univ Islam MadinahJangan sekali-kali kamu mengira} jangan sekali-kali kamu berprasangka {bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati. Sebenarnya, mereka itu hidup dan di sisi Tuhannya, mereka itu diberi rejekiMau dapat pahala jariyah dan rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang📚 Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H169. Ayat-ayat yang mulia ini mengandung penjelasan tentang keutamaan para syuhada dan karamah mereka, dan segala kebaikan yang dikaruniakan oleh Allah buat mereka berupa anugerah dan kebaikanNya. Termasuk di dalamnya adalah hiburan bagi orang-orang yang masih hidup karena ditinggal mati saudara mereka, belasungkawa bagi mereka dan memberikan semangat bagi mereka untuk berperang di jalan Allah dan mencari mati syahid. “Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah,” maksudnya, dalam memerangi musuh-musuh agama dengan tujuan meninggikan kalimat Allah, “mati.” Maksudnya, janganlah sampai terlintas di benak kalian dan dalam perhitungan kalian bahwa mereka itu mati dan lenyap, serta hilang dari mereka kenikmatan hidup dunia dan menikmati bunga-bunganya, namun yang seharusnya dikhawatirkan hilang adalah takut berperang dan tidak mendapatkan mati syahid. “bahkan” sesungguhnya mereka telah memperoleh yang lebih besar daripada sesuatu yang diperebutkan oleh orang-orang yang saling bersaing, di mana “mereka itu hidup di sisi Rabbnya,” dalam surgaNya. Kata “di sisi Rabbnya” menunjukkan tingginya derajat mereka dan begitu dekatnya mereka dengan Rabb mereka, “dengan mendapat rizki” berupa berbagai macam kenikmatan yang tidak diketahui bentuknya kecuali oleh DZat yang telah memberikan kenikmatan tersebut atas mereka.📚 An-Nafahat Al-Makkiyah / Syaikh Muhammad bin Shalih asy-SyawiSurat Ali Imran ayat 169 Dan janganlah engkau sangka orang-orang yang terbunuh di jalan Allah itu mati, bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhan mereka, diberi rezeki.📚 Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur'an / Ustadz Marwan Hadidi bin Musa, ini turun tentang keadaan para syuhada'. Di dalamnya terdapat keutamaan para syuhada' dan keistimewaan mereka serta karunia dan ihsan Allah yang diberikan kepada mereka. Dalam ayat ini, terdapat hiburan bagi orang-orang yang masih hidup agar tidak bersedih terhadap kawan-kawan mereka yang telah meninggal, dan menyemangatkan mereka untuk berperang di jalan Allah serta siap untuk syahid. Imam Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Ketika saudara kamu tertimpa musibah di perang Uhud, Allah Azza wa Jalla menjadikan ruh mereka dalam tembolok burung hijau yang mendatangi sungai-sungai surga yang memakan buahnya, dan pergi menuju beberapa lampu emas yang berada di bawah naungan 'Arsy. Ketika mereka mendapatkan nikmatnya minuman, makanan dan nikmatnya tempat pulang mereka, mereka berkata, "Seandainya saudara-saudara kita mengetahui apa yang diberikan Allah kepada kita agar mereka tidak benci kepada jihad dan tidak mundur dari peperangan." Allah Azza wa Jalla berfirman, "Aku akan menyampaikan kepada mereka perihal kalian." Maka Allah menurunkan beberapa ayat kepada Rasul-Nya, "Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, sebenarnya mereka itu hidup." Hakim meriwayatkan dari Ibnu Abbas, "Bahwa ayat di atas turun berkenaan dengan Hamzah dan kawan-kawannya." Hakim berkata, "Shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim, namun keduanya tidak menyebutkan, dan didiamkan oleh Adz Dzahabi." Thabari meriwayatkan dari Anas bin Malik tentang para sahabat yang dikirim Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ke penduduk Bi'ruma'unah sumur Ma'unah, ia berkata, "Saya tidak mengetahui apakah jumlah mereka 40 atau 70 orang. Di dekat sumur tersebut ada 'Amir bin Thufail Al Ja'fariy, maka datanglah beberapa orang sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ke gua yang mengarah kepada sumur tersebut, lalu mereka duduk di sana dan sebagian mereka bertanya kepada yang lain, "Siapakah di antara kamu yang mau menyampaikan risalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kepada penduduk sumur ini?" Di antara mereka ada yang mengusulkan, "Menurut saya adalah Abu Milhaan Al Anshaariy." Ia berkata, "Saya akan menyampaikan risalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam." Maka Abu Milhan keluar dan mendatangi salah satu suku mereka lalu mendekati rumah-rumah mereka dan berkata, "Wahai penduduk Bi'ruma'unah! Sesungguhnya aku adalah utusan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya, maka berimanlah kepada Allah dan Rasul-Nya." Lalu keluarlah seorang laki-laki dari pinggir rumah dengan membawa tombaknya, kemudian ia tusukkan tombak itu ke pinggir badannya hingga menembus ke pinggirnya lagi. Ia Abu Milhan berkata, "Allahu akbar! Aku beruntung, demi Tuhan pemilik ka'bah." Maka penduduk Bi'ruma'unah mengikuti jejaknya sehingga bertemu dengan para sahabat Abu Milhan, lalu 'Amir bin Thufail membunuh mereka semua. Ishaq perawi hadits ini berkata, "Telah menceritakan kepadaku Anas bin Malik, bahwa Allah Ta'ala menurunkan Al Qur'an berkenaaan dengan mereka yang diangkat setelah kami baca beberapa waktu, dan Allah menurunkan ayat, "Wa laa tahsabannalladziina qutiluu fii sabilillahi amwaataa bal ahyaaa'un 'inda rabbihim yurzaquun." Hadits ini disebutkan Ibnu Jarir dalam At Tarikh juz 3 hal. 36, dalam hadits tersebut diterangkan bahwa sebab turunnya ayat tersebut adalah berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh di Bi'ruma'unah. Imam Syaukani berkata, "Bagaimana pun keadaannya, ayat tersebut berdasarkan keumumannya mengena kepada setiap orang yang mati syahid." Dengan maksud meninggikan kalimatullah. Yakni janganlah ada anggapan dalam hatimu bahwa mereka itu mati, hilang kenikmatan hidup di dunia, bahkan mereka mendapatkan kenikmatan yang lebih besar lagi daripada kenikmatan hidup di dunia. Yaitu hidup dalam alam yang lain yang bukan alam kita ini, di mana mereka mendapat kenikmatan-kenikmatan di sisi Allah, dan hanya Allah sajalah yang mengetahui bagaimana keadaan hidup itu. Di dalam hadits disebutkan bahwa ruh para syuhada berada dalam tembolok burung hijau yang berterbangan di surga sesuai yang mereka inginkan dan memakan buah-buahan surga. Dalam kata-kata "di sisi Tuhannya" menunjukkan tingginya derajat mereka dan dekatnya mereka dengan dapat pahala jariyah dan rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang📚 Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI / Surat Ali Imran Ayat 169Dan jangan sekali-kali kamu sekalian mengira bahwa orang-orang yang gugur sebagai syuhada di jalan Allah itu mati dalam arti tidak dapat bergerak kesana kemari dan tidak tahu keadaan orang yang ditinggalkan. Tetapi sebenarnya mereka itu hidup dengan kehidupan lain di sisi tuhannya di alam barzakh, bahkan dapat bergerak dan mengetahui keadaan orang yang ditinggalkan. Mereka mendapat rezeki berupa kehidupan istimewa yang penuh dengan kenikmatan di dalamnya dan kedudukan mulia dari sisi Allah. Mereka yang gugur sebagai syuhada bergembira dengan karunia yang diberikan Allah kepadanya berupa kenikmatan surga, dan mereka bergirang hati terhadap orang yang masih tinggal di belakang melanjutkan perjuangan, yang belum menyusul mereka sebagai syuhada. Mereka pun berharap agar kaum muslim yang masih hidup juga memperoleh kedudukan mulia di sisi Allah. Diberitakan bahwa tidak ada kekhawatiran pada mereka sedikit pun tentang huru-hara hari kiamat dan mereka tidak bersedih hati akibat dosa-dosa yang dahulu pernah mereka khawatirkan, sebab Allah telah mengampuni kesalahan dapat pahala jariyah dan rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang Itulah aneka ragam penjabaran dari para pakar tafsir terkait kandungan dan arti surat Ali Imran ayat 169 arab-latin dan artinya, moga-moga bermanfaat bagi kita bersama. Bantu usaha kami dengan memberikan link ke halaman ini atau ke halaman depan Artikel Cukup Banyak Dikunjungi Kami memiliki banyak halaman yang cukup banyak dikunjungi, seperti surat/ayat Ar-Ra’d 11, Al-An’am, Al-Balad, Juz al-Qur’an, Luqman 14, Al-Fajr. Ada juga Ali Imran 190-191, Al-Insyirah 5-6, Al-Maidah, Al-Adiyat, Al-Baqarah 153, Al-Baqarah 185. Ar-Ra’d 11Al-An’amAl-BaladJuz al-Qur’anLuqman 14Al-FajrAli Imran 190-191Al-Insyirah 5-6Al-MaidahAl-AdiyatAl-Baqarah 153Al-Baqarah 185 Pencarian doa setelah duha, ayat al baqarah 1-5, surat al nahl, salamun hiya hatta mathla'il fajr, albaqarah ayat 19 Dapatkan amal jariyah dengan berbagi ilmu bermanfaat. Plus dapatkan bonus buku digital "Jalan Rezeki Berlimpah" secara 100% free, 100% gratis Caranya, salin text di bawah dan kirimkan ke minimal tiga 3 group WhatsApp yang Anda ikuti Silahkan nikmati kemudahan dari Allah Ta’ala untuk membaca al-Qur’an dengan tafsirnya. Tinggal klik surat yang mau dibaca, klik nomor ayat yang berwarna biru, maka akan keluar tafsir lengkap untuk ayat tersebut 🔗 *Mari beramal jariyah dengan berbagi ilmu bermanfaat ini* Setelah Anda melakukan hal di atas, klik tombol "Dapatkan Bonus" di bawah
AnNisaa’: 176) TAFSIR ALQURAN APLIKATIF: Kalalah (QS. An-Nisaa’: 176) Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepada kalian tentang kalalah (yaitu); Jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari
HADITS YANG PALING MULIA TENTANG SIFAT-SIFAT WALI-WALI ALLAHOleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas حفظه اللهعَنْ أَبِـيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ ، قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللّـهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللهَ تَعَالَـى قَالَ مَنْ عَادَى لِـيْ وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْـحَرْبِ ، وَمَا تَقَرَّبَ عَبْدِيْ بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَـيَّ مِمَّـا افْتَرَضْتُهُ عَلَيْهِ ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِيْ يَتَقَرَّبُ إِلَـيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِيْ يَسْمَعُ بِهِ ، وَبَصَرَهُ الَّذِيْ يُبْصِرُ بِهِ ، وَيَدَهُ الَّتِيْ يَبْطِشُ بِهَا ، وَرِجْلَهُ الَّتِيْ يَمْشِيْ بِهَا ، وَإِنْ سَأَلَنِيْ لَأُعْطِيَنَّهُ ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِـيْ لَأُعِيْذَنَّهُ». Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu ia berkata, Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, ”Sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla berfirman, ’Barangsiapa memusuhi wali-Ku, sungguh Aku mengumumkan perang kepadanya. Tidaklah hamba-Ku mendekat kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada hal-hal yang Aku wajibkan kepadanya. Hamba-Ku tidak henti-hentinya mendekat kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah hingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, Aku menjadi pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, menjadi penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, menjadi tangannya yang ia gunakan untuk berbuat, dan menjadi kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia meminta kepada-Ku, Aku pasti memberinya. Dan jika ia meminta perlindungan kepadaku, Aku pasti melindunginya.’”Kelengkapan hadits ini adalahوَمَا تَرَدَّدْتُ عَنْ شَيْءٍ أَنَا فَاعِلُهُ تَرَدُّدِيْ عَنْ نَفْسِ الْمُؤْمِنِ يَكْرَهُ الْمَوْتَ وَأَنَا أَكْرَهُ مَسَاءَتَهُAku tidak pernah ragu-ragu terhadap sesuatu yang Aku kerjakan seperti keragu-raguan-Ku tentang pencabutan nyawa orang mukmin. Ia benci kematian dan Aku tidak suka HADITS Hadits ini shahih. Diriwayatkan oleh Imam Bukhâri, no. 6502; Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliyâ , I/34, no. 1; al-Baihaqi dalam as-Sunanul Kubra, III/346; X/219 dan al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah, no. 1248, dan lainnyaSetelah membawakan hadits ini, al-Baghâwi rahimahullah mengatakan, “Hadits ini shahih.”Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda dalam hadits shahih yang diriwayatkan dari Rabb-nya. Kemudian beliau t bawakan hadits di atas.[1]Hadits ini –walaupun diriwayatkan oleh Bukhâri rahimahullah dalam kitab Shahîhnya- termasuk hadits yang diperbincangkan para ulama karena ada rawi yang lemah. Namun hadits ini shahih karena ada syawâhid penguat-penguatnya, sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh al-Albâni rahimahullah dalam Silsilatul Ahâdîts ash-Shahîhah, no. HADITS ath-Thûfi rahimahullah berkata, “Hadits ini merupakan asas tentang jalan menuju Allâh Subhanahu wa Ta’ala dan metode supaya bisa mengenal dan meraih cinta-Nya. Karena pelaksanaan kewajiban batin yaitu iman dan kewajiban zhahir yaitu Islam dan gabungan dari keduanya yaitu ihsân, semuanya terdapat dalam hadits ini, sebagaimana semuanya ini juga terkandung dalam hadits Jibril Alaihissalam . Dan ihsân menghimpun kedudukan orang-orang yang menuju kepada Allâh berupa zuhud, ikhlas, muraqabah, dan lainnya.[2]Firman Allâh Azza wa Jalla dalam hadits di atas مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ ”Barangsiapa memusuhi wali-Ku, sungguh Aku mengumumkan perang kepadanya.”Maksudnya, “Sungguh Aku mengumumkan kepadanya bahwa Aku memeranginya karena ia memerangi-Ku dengan memusuhi wali-wali-Ku.” Jadi, wali-wali Allâh wajib dicintai dan haram dimusuhi, sebagaimana musuh-musuh Allâh wajib dimusuhi dan haram Azza wa Jalla berfirman, yang artinya, “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan musuh-Ku dan musuhmu sebagai teman-teman setia … ” [al-Mumtahanah/601]Dan Allâh Azza wa Jalla berfirman, yang artinya, “Sesungguhnya penolong walimu hanyalah Allâh, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang melaksanakan shalat dan menunaikan zakat, seraya tunduk kepada Allâh. Dan barangsiapa menjadikan Allâh, Rasul-Nya dan orang-orang beriman sebagai penolongnya, maka sungguh, pengikut agama Allâh itulah yang menang.” [al-Mâidah/555-56]Allâh Azza wa Jalla menjelaskan bahwa sifat kekasih-kekasih-Nya yang Allâh Azza wa Jalla cintai dan mereka mencintai-Nya yaitu rendah hati terhadap kaum mukminin dan tegas terhadap orang-orang bahwa segala bentuk kemaksiatan adalah bentuk memerangi Allâh Azza wa Jalla , semakin jelek perbuatan dosa yang dikerjakan, semakin keras pula permusuhannya terhadap Allâh. Karena itulah Allâh menamakan pemakan riba[3] dan perampok[4] sebagai orang-orang yang memerangi Allâh dan Rasul-Nya. Karena besarnya kezhaliman mereka kepada hamba-hamba-Nya serta usaha mereka mengadakan kerusakan di bumi. Demikian pula orang yang memusuhi para wali Allâh Azza wa Jalla . Mereka itu telah memusuhi Allâh dan telah memerangi-Nya.[5]Sifat dan ciri-ciri wali-wali Allâh Azza wa Jalla Allâh Azza wa Jalla berfirman, yang artinya, “Ingatlah wali-wali Allâh itu, tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati. Yaitu orang-orang yang beriman dan senantiasa bertakwa.” [Yûnus/1062-63]Dalam ayat ini, Allâh Azza wa Jalla menjelaskan sifat para wali-Nya. Pertama, mereka memiliki iman yang jujur; Dan kedua, mereka bertakwa kepada Allâh Azza wa Jalla .Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda … إِنَّ أَوْلَى النَّاسِ بِي الْمُتَّقُوْنَ ، مَنْ كَانُوْا وَحَيْثُ كَانُوْا …Sesungguhnya orang-orang yang paling utama disisiku adalah orang yang bertakwa, siapapun dan dimanapun mereka…[6]Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata, ”Maksud wali Allâh adalah orang yang mengenal Allâh, selalu mentaati-Nya dan ikhlas dalam beribadah kepada-Nya.”[7]Pintu ini terbuka bagi siapa saja yang ingin menjadi wali Allâh. Dalam ayat lain, Allâh Azza wa Jalla menjelaskan bahwa para wali Allâh itu bertingkat-tingkat. Allâh berfirman, yang artinya, “Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih diantara hamba-hamba Kami, lalu diantara mereka ada yang menzhalimi diri sendiri, ada yang pertengahan dan ada pula yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allâh. Yang demikian itu adalah karunia yang besar.” [Fâthir/3532]Tingkatan-tingkat itu adalah Pertama, orang yang menzhalimi diri sendiri. Mereka adalah pelaku dosa-dosa. Ibnu Katsir rahimahullah berkata, ”Mereka yang melalaikan sebagian hal-hal yang wajib dan melakukan sebagian perbuatan haram.”Kedua, orang yang pertengahan. Mereka yang melaksanakan hal-hal yang wajib, menjauhi yang haram, namun mereka meninggalkan yang sunat dan terjatuh pada yang orang yang berlomba-lomba dalam kebaikan, mereka selalu melaksanakan yang wajib dan yang sunnah, meninggalkan yang haram dan wali Allâh yang paling utama adalah para Nabi dan Rasul ’Alaihimus shalatu wassalam. Dan setelah mereka adalah para sahabat Radhiyallahu anhum. Allâh Azza wa Jalla berfirman, yang artinya, “Muhammad adalah utusan Allâh, dan orang-orang yang bersama dengan dia bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu melihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allâh dan keridaan-Nya. Pada wajah mereka tampak tanda-tanda bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka yang diungkapkan dalam Taurat dan sifat-sifat mereka yang diungkapkan dalam Injil, yaitu seperti benih yang mengeluarkan tunasnya, kemudian tunas itu semakin kuat, lalu menjadi besar dan tegak lurus di atas batangnya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allâh hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir dengan kekuatan orang-orang mukmin. Allâh menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan diantara mereka, ampunan dan pahala yang besar.” [al-Fath/4829]Para sahabat Radhiyallahu anhum merupakan contoh yang agung dalam mewujudkan perwalian kepada Allâh Azza wa Jalla . Barangsiapa ingin meraih ridha Allâh, maka hendaknya dia menempuh jalan Allâh mereka tidak memiliki ciri-ciri yang khusus. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata ”Para wali Allâh tidak memiliki sesuatu yang membedakan mereka dan manusia umumnya dalam perkara yang mubah. Mereka tidak berbeda dalam hal pakaian, menggundul rambut atau memendekkannya, karena keduanya perkara yang mubah. Sebagaimana dikatakan, betapa banyak orang yang jujur memakai pakaian biasa, dan betapa banyak zindiq yang memakai pakaian bagus.”[8]Para wali Allâh tidak ma’shûm terjaga dari dosa. Mereka manusia biasa terkadang salah, keliru, dan berbuat dosa. Allâh Azza wa Jalla berfirman, yang artinya, “Dan orang yang membawa kebenaran Muhammad dan orang yang membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa. Mereka memperoleh apa yang mereka kehendaki di sisi Rabbnya. Demikianlah balasan bagi orang-orang yang berbuat baik, agar Allâh menghapus perbuatan mereka yang paling buruk yang pernah mereka lakukan dan memberi pahala kepada mereka dengan yang lebih baik daripada apa yang mereka kerjakan.” [az-Zumar/3933-35]Ayat ini memberi gambaran tentang wali-wali Allâh, yaitu Allâh akan memberi pahala yang lebih baik dari amalan mereka. Ini merupakan balasan atas taubat mereka dari perbuatan dosa. Ayat ini juga menetapkan bahwa para wali Allâh selain para Nabi dan Rasul, terkadang berlaku salah dan dosa. Diantara dalil yang menguatkan bahwa para wali Allâh selain para Nabi dan Rasul yaitu para sahabat jatuh dalam kesalahan adalah terjadinya peperangan diantara mereka dan juga ijtihad-ijtihad mereka yang terkadang keliru. Dan ini sudah diketahui oleh mereka yang sering membaca perkataan-perkataan para sahabat dalam kitab-kitab fiqih dan yang lainnya.[9]Meski demikian, kita tidak boleh mencela mereka, bahkan kita dianjurkan untuk mendo’akan kebaikan untuk mereka. Allâh Azza wa Jalla berfirman, yang artinya, “Dan orang-orang yang datang sesudah mereka Muhajirin dan Anshar, berdoa, ’Ya Rabb kami, ampunilah kami dan saudara-ssaudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau tanamkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Rabb kami, sungguh, Engkau Maha penyantun, Maha penyayang.” [al-Hasyr/5910]Para shahabat adalah orang-orang yang dijanjikan ampunan oleh Allâh Ta’ala dan dijanjikan Surga. Sebagaimana disebutkan dalam surat al-Fath ayat Allâh Azza wa Jalla dalam hadits di atas, yang artinya, “Tidaklah hamba-Ku mendekat kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada dengan hal-hal yang Aku wajibkan. Hamba-Ku tidak henti-hentinya mendekat kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah hingga Aku mencintainya.”Setelah Allâh Azza wa Jalla menjelaskan bahwa memusuhi para wali-Nya berarti memerangi-Nya, selanjutnya Allâh menjelaskan sifat para wali-Nya. Allâh Azza wa Jalla juga menyebutkan apa yang dapat mendekatkan seorang hamba Allâh ialah orang-orang yang selalu mendekatkan diri kepada-Nya dengan segala yang dapat mendekatkan diri mereka kepada-Nya. Sebaliknya, musuh-musuh Allâh ialah orang-orang yang dijauhkan dan terusir dari rahmat Allâh Azza wa Jalla sebagai akibat amal perbuatan Azza wa Jalla membagi para wali-Nya menjadi dua kelompok Pertama, yang mendekatkan diri dengan melaksanakan hal-hal wajib. Ini mencakup melaksanakan kewajiban dan meninggalkan yang diharamkan, sebab semuanya itu termasuk melaksanakan yang diwajibkan oleh Allâh kepada para yang mendekatkan diri dengan amalan-amalan sunat setelah amalan-amalan jelas bahwa tidak ada bisa mendekatkan kepada Allâh, menjadi wali-Nya, dan meraih kecintaan-Nya kecuali dengan menjalankan ketaatan yang disyari’atkan-Nya melalui lisan Rasul-Nya. Jika ada yang mengklaim dirinya meraih derajat wali dan dicintai Allâh Azza wa Jalla tetapi tidak jalan ini, maka jelas ia dusta. Seperti kaum musyrik yang mendekatkan diri kepada Allâh dengan cara menyembah tuhan-tuhan selain Allâh. Seperti dikisahkan Allâh Azza wa Jalla tentang mereka, yang artinya, “…Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Dia berkata, ”Kami tidak menyembah mereka melainkan berharap agar mereka mendekatkan kami kepada Allâh dengan sedekat-dekatnya…” [az-Zumar/393]Dan Allâh mengisahkan tentang orang-orang Yahudi dan Nashrani yang mengklaim mereka anak-anak dan kekasih[10] Allâh Azza wa Jalla , padahal mereka terus-menerus mendustakan para rasul, mengerjakan larangan-Nya serta meninggalkan kewajiban. Oleh karena itu dalam hadits di atas, Allâh Azza wa Jalla menjelaskan bahwa wali-wali Allah itu terbagi dalam dua tingkatan Pertama, tingkatan orang-orang yang mendekatkan diri dengan mengerjakan hal-hal yang wajib. Ini tingkatan al-muqtashidîn pertengahan atau golongan kanan. Mengerjakan amalan fadhu adalah amalan terbaik. Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu mengatakan, ”Sebaik-baik amal ialah menunaikan apa saja yang diwajibkan Allâh Azza wa Jalla .”’Umar bin ’Abdul ’Aziz Radhiyallahu anhuma berkata dalam khutbahnya, ”Ibadah yang paling baik ialah menunaikan ibadah-ibadah wajib dan menjauhi hal-hal yang diharamkan.”[11]Karena tujuan Allâh Azza wa Jalla mewajibkan berbagai kewajiban ini supaya para hamba bisa mendekatkan diri kepada-Nya dan agar mereka bisa meraih ridha dan rahmat Allâh Azza wa Jalla .Kedua, tingkatan orang-orang yang berlomba-lomba dalam kebaikan, yaitu orang-orang yang mendekat diri dengan ibadah-ibadah wajib kemudian bersungguh-sungguh mengerjakan ibadah-ibadah sunnah dan menjaga diri dari yang makruh dan bersikap wara’ takwa. Sikap itu menyebabkan seseorang dicintai Allâh, seperti difirmankan Allâh, “Hamba-Ku tidak henti-hentinya mendekat kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah hingga Aku mencintainya.”Dan barangsiapa dicintai Allâh, maka Allâh akan anugerahkan rasa cinta kepada-Nya, taat kepada-Nya, sibuk berdzikir dan berkhidmat kepada-Nya. Itu semua menyebabkannya semakin dekat dengan Allâh dan terhormat di sisi-Nya seperti difirmankan Allâh Azza wa Jalla يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لَائِمٍ ۚ ذَٰلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ ۚ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌWahai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu murtad keluar dari agamanya, maka kelak Allâh mendatangkan suatu kaum, Dia mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, dan bersikap lemah lembut terhadap orang-orang beriman, tetapi bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allâh, dan yang tidak takut kepada celaan orang-orang yang suka mencela. Itulah karunia Allâh yang diberikan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Allâh Mahaluas pemberian-Nya, Maha Mengetahui.” [al-Mâidah/554]Dalam ayat ini terdapat isyarat bahwa orang yang tidak cinta dan tidak berusaha mendekat kepada Allâh, maka Allâh tidak akan memperdulikannya dan tidak akan memberikannya anugrah yang agung ituyaitu rasa cinta. Jadi, orang yang berpaling dari Allâh, ia tidak akan mendapatkan ganti Allâh untuk dirinya sedang Allâh Azza wa Jalla mempunyai banyak pengganti meninggalkan Allâh Azza wa Jalla , maka ia tetap merugi. Bagaimana tidak, karena ia hanya mendapatkan sebagian kecil dari dunia, padahal dunia dan seisinya disisi Allâh Azza wa Jalla tidak lebih berharga dari satu helai sayap seekor itu, Allâh Azza wa Jalla menjelaskan tentang sifat-sifat orang-orang yang Dia cintai dan mereka mencintai-Nya, Allâh berfirman dalam al-Maidah/554 diatas, yang artinya,”Dan bersikap lemah lembut terhadap orang-orang beriman, tetapi bersikap keras terhadap orang-orang kafir,” maksudnya, mereka bergaul dengan kaum mukminin dengan rendah hati dan tawadhu’, dan mereka memperlakukan orang-orang kafir dengan sikap keras. Karena ketika mereka sudah mencintai Allâh, maka tentu mereka juga mencintai para wali Allâh sehingga mereka bergaul dengan para wali Allâh dengan cinta dan kasih sayang. Mereka juga membenci musuh-musuh Allâh yang memusuhi-Nya lalu memperlakukan dengan sikap keras. Allâh berfirman مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ ۚ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ Muhammad adalah utusan Allâh dan orang-orang yang bersama dia keras terhadap orang-orang kafir tetapi berkasih sayang sesama mereka…” [al-Fath/4829]Kesempurnaan cinta seseorang kepada Allâh dibuktikan dengan memerangi musuh-musuh Allâh Azza wa Jalla . Jihad juga merupakan wahana untuk mengajak orang-orang yang berpaling dari Allâh agar kembali setelah sebelumnya didakwahi dengan hujjah dan petunjuk. Jadi, para wali Allâh itu ingin membimbing manusia menuju pintu Allâh Azza wa Jalla . Barangsiapa tidak merespon dakwah dengan sikap lemah lembut, ia perlu diajak dengan sikap keras. Disebutkan dalam hadits,عَجِبَ اللهُ مِنْ قَوْمٍ يُقَادُوْنَ إِلَـى الْـجَنَّةِ فِـيْ السَّلَاسِلِAllâh merasa heran kepada kaum yang dituntun ke surga dalam keadaan dibelenggu.[12]Diantara sifat wali Allâh yang disebutkan dalam firman-Nya al-Maidah/554 diatas, yang artinya,“Dan yang tidak takut celaan orang-orang yang suka mencela,” maksudnya, orang-orang yang mencintai Allâh hanya menginginkan ridhai-Nya. Ia ridha kepada siapa saja yang Allah ridhai dan benci kepada siapa saja yang Dia benci. Jadi, orang yang masih takut celaan dalam mencintai pihak yang dicintainya, berarti cintanya tidak dalam firman-Nya al-Maidah/554 tersebut, Allâh Azza wa Jalla berfirman, yang artinya, “Itulah karunia Allâh yang diberikan kepada siapa yang Dia kehendaki.” Karunia maksudnya ialah derajat kewalian dengan sifat-sifat yang telah YANG PALING BISA MENDEKATKAN KEPADA ALLAH Ibadah-ibadah wajib dan sunnah yang paling mendekatkan kepada Allâh Azza wa Jalla ialah mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allâh Azza wa Jalla , mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa, sedekah dan lain sebagainya termasuk banyak membaca al-Qur’ân, mendengarkannya, merenungkannya serta berusaha memahaminya. Khabbâb bin al-Art Radhiyallahu anhu mengatakan, ”Mendekatlah kepada Allâh sesuai dengan kemampuanmu. Ketahuilah, engkau tidak dapat mendekat kepada-Nya dengan sesuatu yang lebih Dia cintai daripada firman-Nya al-Qur’ân.”[13]Bagi orang yang mencintai Allâh Azza wa Jalla tidak ada yang lebih manis daripada membaca al-Qur’ân. Utsmân bin ’Affân Radhiyallahu anhhu berkata, ”Jika hati kalian bersih, kalian tidak akan pernah kenyang dengan firman Rabb kalian.”Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu berkata, ”Barangsiapa mencintai al-Qur’ân berarti ia mencintai Allâh dan Rasul-Nya.”[14]Ibadah sunnah lainnya yang dapat mendekatkan kepada Allâh ialah banyak berdzikir dengan hati dan lisan. Dan diantara ibadah-ibadah sunnah lainnya yang lebih mendekatkan kepada Allâh ialah mencintai para wali Allâh dan orang-orang yang dicintai-Nya dan memusuhi para musuh-Nya karena-Nya.[15]Firman Allâh Azza wa Jalla dalam hadits di atas, yang artinya, “Jika Aku telah mencintainya, Aku menjadi pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, menjadi penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, menjadi tangannya yang ia gunakan untuk berbuat, dan menjadi kakinya yang ia gunakan untuk berjalan.”Maksudnya, barangsiapa bersungguh-sungguh dalam mendekat kepada Allâh Azza wa Jalla dengan ibadah-ibadah wajib lalu ibadah-ibadah sunnah, maka Allâh akan mendekatkannya kepada-Nya dan menaikkan derajatnya dari tingkatan iman ke tingkatan ihsân. Karenanya, ia menjadi hamba yang beribadah kepada Allâh dengan merasa selalu diawasi Allâh sehingga hatinya penuh dengan ma’rifat pengenalan kepada Allâh, cinta kepada-Nya, takut kepada-Nya, malu kepada-Nya, mengagungkan-Nya, merasa tenang dengan-Nya dan rindu hati dipenuhi dengan pengagungan kepada Allâh, maka yang lainnya akan lenyap dari hati tersebut serta ia tidak lagi punya keinginan kecuali yang diinginkan Rabb-nya. Saat itulah, seorang hamba tidak bicara kecuali dengan dzikir kepada Allâh dan tidak bergerak kecuali dengan perintah-Nya. Jika ia bicara, ia bicara dengan bimbingan Allâh. Jika ia mendengar, ia mendengar dengan bimbingan-Nya. Jika ia melihat, ia melihat dengan bimbingan-Nya. Jika ia berbuat, ia berbuat dengan-Nya. Itulah yang dimaksud dengan firman Allâh Ta’ala, ” Jika Aku telah mencintainya, Aku menjadi pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, menjadi penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, menjadi tangannya yang ia gunakan untuk berbuat, dan menjadi kakinya yang ia gunakan untuk berjalan.”Barangsiapa menafsirkan dan mengisyaratkan hadits di atas dengan hulul menitisnya Allâh kepada makhluk atau ittihad manunggaling kawula gusti atau ajaran lain maka ia telah sesat dan menyesatkan dan ia telah mengisyaratkan kepada ini iermasuk salah satu rahasia tauhid, karena kalimat LAA ILAAHA ILLALLAAH maknanya seseorang hamba tidak menuhankan selain Allâh dalam cinta, harapan, takut dan taat. Jika hati sudah penuh dengan tauhid yang sempurna, maka tidak ada lagi kecintaan untuk mencintai apa yang tidak dicintai Allâh atau kebencian untuk membenci apa yang tidak dibenci Allâh. Barangsiapa hatinya seperti ini, maka organ tubuhnya tidak akan bergerak kecuali dalam ketaatan kepada Allâh dan ia tidak mempunyai keinginan kecuali di jalan Allâh dan pada sesuatu bisa mendatangkan ridha-Nya.[16]Firman Allâh Azza wa Jalla dalam hadits di atas, yang artinya, “Jika ia meminta kepada-Ku, Aku pasti memberinya. Dan jika ia meminta perlindungan kepadaku, Aku pasti melindunginya.”Ini menunjukkan bahwa orang yang dicintai Allâh dan didekatkan kepada-Nya memiliki kedudukan khusus di sisi Allâh Azza wa Jalla sehingga jika ia meminta sesuatu kepada Allâh Azza wa Jalla , Allâh memberikan apa yang diminta; Jika ia memohon perlindungan kepada-Nya maka Allâh Azza wa Jalla akan melindunginya; Dan jika ia berdo’a maka Dia mengabulkan do’anya. Dan kisah-kisah tentang orang yang do’anya mustajab banyak kita temukan dalam kisah-kisah generasi Salaf. Diantaranya Dikisahkan bahwa ar-Rubayyi’ binti an-Nadhr memecahkan gigi depan seorang wanita kemudian kabilah ar-Rubayyi’ binti an-Nadhr menawarkan diyat kepada kabilah wanita tersebut, namun ditolak. Kabilah ar-Rubayyi’ binti an-Nadhr meminta maaf kepada kabilah wanita tersebut, lagi-lagi kabilah wanita tersebut menolak. Akhirnya Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam memutuskan qishash. Anas bin an-Nadhr Radhiyallahu anhu berkata, “Apakah gigi depan ar-Rubayyi’ akan dipecahkan, wahai Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam ? Demi Dzat yang mengutusmu dengan membawa kebenaran, gigi depannya tidak akan dipecakan.” Akhirnya, kabilah wanita itu ridha dan mengambil diyat kemudian Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam bersabda إِنَّ مِنْ عِبَادِ اللهِ مَنْ لَـوْ أَقْسَمَ عَلَى اللهِ di antara hamba-hamba Allâh terdapat orang yang jika bersumpah kepada Allâh, maka Allâh pasti melaksanakan sumpahnya[17] Sa’ad bin Abi Waqqash Radhiyallahu anhu adalah orang yang do’anya mustajab. Suatu hari, ada seseorang membuat cerita bohong yang memojokkan Sa’ad Radhiyallahu anhu . Kemudian Sa’ad Radhiyallahu anhu berdo’a, ”Ya Allâh, jika orang tersebut bohong, panjangkanlah usianya dan hadapkanlah fitnah-fitnah padanya.” Akhirnya orang itu tertimpa apa yang dido’akan Sa’ad Radhiyallahu anhu . Ia mengganggu budak-budak wanita di jalan sambil berkata, ”Aku orang lanjut usia, tertimpa fitnah dan aku terkena do’a Sa’ad.”[18]Seorang wanita bertengkar dengan Sa’îd bin Zaid Radhiyallahu anhu di lahan Sa’îd bin Zaid. Wanita tersebut menuduh Sa’id bin Zaid Radhiyallahu anhu merebut lahan tersebut darinya. Kemudian Sa’id bin Zaid Radhiyallahu anhu berkata, ”Ya Allâh, jika wanita itu bohong, butakanlah matanya dan bunuh dia di lahannya.” Ternyata, wanita tersebut buta. Dan suatu malam, ketika ia berjalan di lahannya, ia terjatuh di sumur kemudian meninggal.[19]al-Ala’ bin al-Hadhrami Radhiyallahu anhu berada dalam salah satu detasemen kemudian anggota detasemen tersebut kehausan. Kemudian al-Ala’ bin al-Hadhrami Radhiyallahu anhu shalat lalu berdo’a, ”Ya Allâh, wahai Dzat Yang Maha Mengetahui, wahai Dzat Yang Maha Pemurah, wahai Dzat Mahatinggi, dan wahai Dzat Yang Mahaagung, sesungguhnya kami hamba-hamba-Mu dan berada di jalan-Mu, kami memerangi musuh-Mu, karenanya, berikanlah kepada kami air hingga kami bisa minum dan berwudhu’ dan janganlah Engkau berikan air itu sedikit pun kepada siapa pun selain kami.” Lalu detasemen itu jalan sebentar kemudian menemukan sungai dari air hujan lalu mereka meminumnya dan mengisi wadah-wadah mereka hingga penuh. Setelah itu, mereka berangkat lalu salah seorang dari sahabat-sahabat al-Ala’ bin al-Hadhrami Radhiyallahu anhu kembali ke sungai tersebut, namun ia tidak melihat apa-apa di dalamnya dan seakan di tempat itu tidak pernah ada air.[20]Kisah-kisah seperti di atas sangat banyak dan panjang sekali kalau disebutkan semuanya. Sebagian besar generasi salaf yang doanya dikabulkan tetap bersabar atas musibah, memilih pahalanya, dan mengharapkan ganjaran dari musibah Allâh Azza wa Jalla dalam hadits di atas, yang artinya, “Aku tidak pernah ragu-ragu terhadap sesuatu yang Aku kerjakan seperti keragu-raguan-Ku untuk mencabut nyawa orang mukmin. Ia benci kematian dan Aku tidak suka menyusahkannya.”Maksudnya, Allâh Azza wa Jalla telah menentukan kematian bagi hamba-hamba-Nya seperti yang Dia firmankan dalam Surat Ali Imran/3185. Saat akan meninggal, seseorang akan merasakan sakit yang luar biasa bahkan sakit yang paling pedih.’Umar bin Khaththab Radhiyallahu anhu berkata kepada Ka’ab Radhiyallahu anhu , ”Jelaskan kepadaku tentang kematian!” Ka’ab Radhiyallahu anhu berkata, ”Wahai Amîrul Mukminîn, kematian itu ibarat pohon besar dan banyak durinya yang masuk ke kerongkongan seorang manusia, sehingga duri-duri itu menancap pada urat-uratnya, kemudian pohon itu ditarik keluar oleh orang yang kuat. Tercabutlah apa yang tercabut, dan tertinggal apa yang tertinggal.” Kemudian ’Umar Radhiyallahu anhu menangis.[21]Ketika ’Amr bin al-’Ash Radhiyallahu anhu hendak meninggal, anaknya bertanya tentang ciri-ciri kematian. ’Amr bin al-’Ash Radhiyallahu anhu menjawab, ”Demi Allâh, kedua lambungku seakan berada di suatu tempat, aku seperti bernafas dari lubang jarum, dan seakan ada ranting berduri ditarik dari kedua kakiku hingga kepalaku.”[22]Ketika kematian sangat menyakitkan seperti itu, padahal Allâh telah menetapkannya untuk seluruh hamba-Nya dan itu mesti terjadi sementara Allâh Mahatinggi juga tidak suka menyakiti orang mukmin, oleh karena itu Allâh menamakan hal ini sebagai keragu-raguan terkait dengan orang Mukmin. Sedangkan para nabi, mereka tidak meninggal sehingga mereka diberi hak Shallallahu alaihi wa sallam bersabda …وَلَـكِنَّ الْـمُؤْمِنَ إِذَا حَضَرَهُ الْـمَوْتُ ، بُشِّرَ بِرِضْوَانِ اللَّـهِ وَكَرَامَتِهِ ، فَلَيْسَ شَيْءٌ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِـمَّـا أَمَامَهُ ، فَأَحَبَّ لِقَاءَ اللَّـهِ وَأَحَبَّ اللَّـهُ لِقَاءَهُ…Akan tetapi seorang mukmin apabila didatangi kematian maka ia diberi kabar gembira tentang keridhaan Allâh dan kemuliaan-Nya. Karenanya, tidak ada sesuatu yang lebih ia sukai daripada apa yang ada di depannya. Ia merasa senang bertemu Allâh dan Allâh pun senang bertemu dengannya.[23]Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan makna at-taraddud ragu-ragu dalam hadits di muka, “Ini adalah hadits yang paling mulia yang menjelaskan sifat-sifat para wali Allâh. Sekelompok orang menolak hadits ini dan mengatakan bahwa Allâh Azza wa Jalla tidak boleh dinyatakan memiliki sifat ragu. karena orang yang ragu adalah orang yang tidak mengetahui akibat dari sebuah perkara. Sedangkan Allâh Mahamengetahui akibat dari semua perkara. Bahkan mungkin sebagian dari mereka Ahli kalam mengatakan bahwa Allâh berbuat dengan perlakuan yang penuh keraguan!Penjelasan yang sebenarnya adalah, sabda Rasûlullâh adalah benar dan tidak ada yang lebih mengetahui tentang Allâh, lebih sayang terhadap umat, lebih fasih dan lebih gamblang penjelasannya dibandingkan Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam . Kalau begitu, maka orang yang mengingkarinya termasuk orang yang paling sesat, paling bodoh dan paling buruk akhlaknya. Orang seperti itu wajib diberi pelajaran dan dihukum sebagai ta’zîr peringatan supaya jera. Yang wajib diperhatikan, bahwa kita wajib menjaga sabda Rasûlullâh dari sangkaan batil dan keyakinan yang tetapi orang yang ragu-ragu diantara kita, meskipun keragu-raguannya dikarenakan dia mengetahui akibat dari sebuah perkara, maka tidak bisa kita samakan sebuah sifat yang khusus bagi Allâh dengan sifat salah seorang dari kita, karena tidak ada sesuatu pun yang sama dengan Allâh. Kemudian, ini juga bathil, karena keraguan seseorang terkadang disebabkan ketidaktahuannya terhadap akibat dari sesuatu, dan terkadang juga karena dua perbuatan tersebut yakni melakukan atau meninggalkan mengandung maslahat dan mafsadat. Dia ingin melakukannya karena ada maslahatnya dan pada saat yang sama dia tidak mau melakukannya karena ada mafsadat bahayanya. Disini dia ragu bukan karena dia tidak tahu tentang sesuatu yang dicintai dari satu sisi dan dibenci dari sisi yang seperti ini sama dengan keinginan orang sakit untuk minum obat yang tidak ia sukai. Bahkan, semua amal shaleh yang diinginkan seorang hamba tapi tidak disukai oleh jiwa termasuk dalam bab ini. Dalam sebuah hadits Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam bersabda حُفَّتِ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ، وَحُفَّتِ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِSurga dikelilingi oleh perkara-perkara yang dibenci dan Neraka dikelilingi oleh syahwat[24]Dan juga firman-Nya, yang artinya, “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan bagimu…” [al-Baqarah/2216]Dari penjelasan di atas maka makna at-taraddud keragu-raguan yang disebutkan dalam hadits menjadi jelas bagi kita. Karena Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam hadits qudsi diatas, “Hambaku tiada henti-hentinya mendekat kepadaKu dengan ibadah-ibadah sunnah hingga Aku mencintainya.” Sesungguhnya orang yang seperti ini keadaannya, ia akan dicintai oleh Allâh dan dia cinta kepada Allâh. Ia akan mendekatkan diri kepada Allâh dengan mengerjakan amalan wajib dan bersungguh-sungguh dalam mengerjakan amalan sunnah yang Allâh cintai berikut pelakunya. Hamba itu telah mengerjakan apa-apa yang dicintai oleh Allah dengan segenap kemampuannya, maka Allâh akan mencintainya karena pekerjaan hamba-Nya dari dua sisi dengan keinginan yang sama, dimana seseorang itu mencintai apa-apa yang dicintai oleh orang yang dia cintai, dan membenci apa-apa yang dibenci. Allâh juga benci terhadap kejelekan yang menimpa hamba-Nya. Maka, konsekuensinya Allâh membenci kematian agar bertambah kecintaan-Nya terhadap Azza wa Jalla telah menetapkan kematian, dan semua yang Allâh tetapkan itu atas keinginan-Nya dan pasti terjadi. Allâh menginginkan kematian hamba-Nya sebagaimana yang Dia sudah takdirkan. Namun Allâh juga tidak mau menyusahkan hamba-Nya dengan kematian. Sehingga, dari satu sisi, kematian itu adalah suatu yang dikehendaki tapi disisi lain ia tidak disukai. Inilah hakikat at-taraddud keraguan itu yaitu mengiinginkan sesuatu dari satu sisi dan membenci sesuatu itu dari sisi yang lain, meskipun akhirnya harus memilih satu dari dua sisi tersebut. Sebagaimana Allâh Azza wa Jalla memilih untuk menguatkan keinginan untuk mematikan hamba-Nya yang mukmin meski dibarengi dengan rasa tidak ingin menyusahkan hamba-Nya. Dan keinginan Allâh Azza wa Jalla untuk mematikan hamba-Nya yang mukmin yang dicintai-Nya dan tidak ingin disakiti jelas tidak sama dengan keinginan Allâh untuk mematikan orang kafir yang dibenci-Nya dan ingin disakiti.[25]FAWAA-ID HADITSMengerjakan yang wajib lebih didahulukan daripada yang yang wajib lebih utama dari amal yang sunnah dapat menutupi kekurangan amal antara sebab mendapatkan cinta Allâh adalah melaksanakan amalan wajib dan sifat mahabbah cinta bagi Allâh adalah orang yang beriman dan bertakwa, yang melaksanakan amalan wajib dan sunnah, serta meninggalkan yang diharamkan Allâh Azza wa Jalla dan Rasul-Nya n .Ancaman bagi orang yang memusuhi para wali yang memusuhi wali-wali Allâh, dengan mengolok, mengganggu, menyiksa, menyakiti atau membenci mereka, dia akan mendapat siksa di dunia dan hamba –betapapun tinggi derajatnya-, dia tidak boleh berhenti berdo’a, memohon kepada Allâh, karena yang demikian lebih menampakkan kehinaan dan kerendahan kepada diri kepada Allâh Azza wa Jalla dengan amalan wajib dan sunnah sebagai sebab terkabulkannya do’a, dijaga dan dilindungi oleh Allâh Azza wa Jalla .Di antara para wali Allâh, ada yang diberi karamah kemuliaan dengan do’anya mustajab, dijaga, dilindungi oleh Allâh Azza wa Jalla dan karamah hadits ini tidak ada sedikitpun dalil atau hujjah bagi kelompok sesat yang berpendapat bahwa Allâh menyatu dalam diri kenabian dan kerasulan lebih tinggi di sisi Allâh daripada derajat adalah sesuatu yang pasti. Semua yang bernyawa pasti wajib menetapkan semua nama-nama dan sifat-sifat Allâh Subhanahu wa Ta’ala . Semua nama-nama dan sifat-sifat Allâh itu tidak sama dengan nama dan sifat makhluk-Nya. Allâh Azza wa Jalla berfirman, yang artinya, “Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. Dan Dia yang Maha Mendengar, Maha Melihat.” [asy-Syûra/4211].Allâh Azza wa Jalla telah menetapkan kematian wali-Nya dan itu pasti terjadi, meskipun demikian Allâh Azza wa Jalla juga tidak ingin menyusahkan wali-Nya. Inilah yang dinamakan Karîm dan Imam Abu an-Nasa’ Ibni Hibbân at-Ta’lîqâtul Hisân.Mu’jamul Kabîr lith Auliyâ’Thabaqaat Ibni Sa’ Fataawaa Syaikhul Islam Ibnu Uluum wal Hikam, karya Ibnu Rajab al-Hanbali. Tahqiq Syu’aib al-Arnauth dan Ibrahim al-Ahaadiits al-Jaami’ al-Arba’iin an-Nawawiyyah, Syaikh Syarh Arba’ wa Fawaa-id minal Arba’iin Naazhiriin Syarah Riyaadus baina Auliyaa-ir Rahmaan wa Auliyaa-is Syaithaan, tahqiq Syaikh Salim al-Hilaly.[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun XIV/1431H/2010M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079] _______ Footnote [1] Majmû’ Fatâwâ, X/58-59. [2] Lihat Fat-hul Bâri XI/345 karya al-Hâfizh Ibnu Hajar al-Asqalani. [3] Lihat QS. al-Baqarah/2278-279. [4] Lihat QS. al-Mâidah/533. [5] Diringkas dari Jâmi’ul ’Ulûm wal Hikam II/334-335. [6] Shahih HR. Ahmad V/235, Ibnu Hibbân no. 646 –at-Ta’lîqâtul Hisân dan no. 2504 –Shahîhul Mawârid, ath-Thabarani XX/no. 241, 242, dan lainnya dari Mu’adz bin Jabal Radhiyallahu anhu. Dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albâni dalam Shahih al-Jami’ish Shagîr no. 2012. [7] Fathul Bâri XI/342. [8] al-Furqân Baina Auliyâ’ir Rahmân wa Auliyâ’is Syaithân hlm. 65-66, tahqiq Syaikh Salim al-Hilaly. [9] Qowâ’id wa Fawâ-id minal Arba’în an-Nawawiyah hlm. 334-336. [10] Lihat QS. al-Mâidah/518 [11] Diringkas dari Jâmi’ul ’Ulûm wal Hikam II/336. [12] Shahih HR. Bukhâri no. 3010, Ahmad II/302, Abu Dâwud no. 2677, dan Ibnu Hibbân no. 134 –at-Ta’lîqâtul Hisân. [13] HR. al-Hâkim II/441 dan beliau t menshahihkannya serta disepakati adz-Dzahabi rahimahullah . [14] HR. ath-Thabarani dalam al-Mu’jamul Kabîr no. 8657. [15] Diringkas dan ditambah dari Jâmi’ul ’Ulûm wal Hikam II/335-344. [16] Diringkas dari Jâmi’ul ’Ulûm wal Hikam II/345-348. [17] Shahih HR. Bukhâri no. 2703, Muslim no. 1675, Abu Dâwud no. 4595, an-Nasâ’i VIII/28, Ibnu Mâjah no. 2649, dan Ibnu Hibbân no. 6457 –at-Ta’lîqâtul Hisân, dari Anas bin Mâlik Radhiyallahu anhu . [18] HR. Bukhâri no. 755, dari Jâbir bin Samurah Radhiyallahu anhu . [19] HR. Muslim no. 1610 139. [20] HR. Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliyâ’ I/38, no. 12. [21] Hilyatul Auliyâ’ V/401, no. 7514 [22] Thabaqât Ibni Sa’ad III/186 [23] Shahih HR. Bukhâri no. 6507, dari Aisyah Radhiyallahu anha. [24] Shahih HR. Ahmad III/153, Muslim no. 2822, Tirmidzi no. 2559, dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhu . [25] Majmuu’ Fataawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah XVIII/129-131. Lihat juga Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah IV/191-192.
Contohnyaadalah adanya Wajib al-wujud SELAIN Allah. Tidak mungkin ada 2 atau lebih wajib al-wujud. Logika salah mengenai adanya wujud independent lain selain Allah ini, bukan tidak mungkin dianut oleh sebagian orang, sebab boss-nya penganut paham ini tak lain tak bukan adalah Iblis sendiri, dan dia rajin meniup-niupkannya kepada manusia dan jin.
Istilah yang bisa dikatakan sebuah keistimewaan yang diberikan oleh Allah SWT kepada Nabi dan waliyullah berbeda. Jika kepada para Nabi disebut mukjizat, maka yang melekat pada diri para ulama maupun waliyullah ialah antara penjelasan Syekh Sholeh Darat As-Samarani yang dikutip Rikza Chamami 2016 tentang wali dan karamah adalah dalam syarah nadzam Jauharut Tauhid Syekh Ibrahim Allaqaniواثبتن للاوليإ الكرامة ٭ ومن نفاها انبذن كلامهWali menurut Mbah Sholeh Darat adalah seorang arif billah mengetahui Allah sekedar derajat dengan menjalankan secara sungguh-sungguh taat kepada Allah dan menjauhi para wali itu menjauhi segala macam kemaksiatan berbarengan dengan selalu bertaubat kepada Allah. Sebab wali itu belum kategori ma’shumin terjaga seperti Nabi. Maka wali belum bisa meninggalkan maksiat secara penuh. Makanya mereka disebut wali yang sedemikian agung ini mendapatkan keistimewaan dalam hidupnya. Mereka dalam hidupnya selalu mengingat dan menggantungkan diri, dan menyatukannya pada Allah. Hati selalu menghadap dan pasrah dengan takdir Allah saja. Itulah definisi sederhana mengenai wali menurut Mbah Sholeh karomah menurut Mbah Sholeh Darat sesuatu yang nulayani adat berbeda dari sewajarnya jika dilihat secara kasat mata. Mereka yang mendapat karomah selalu menunjukkan kepribadian baik dan meniru jejak Rasulullah dengan bekal syariah dan baik secara ideologi serta yang dimiliki oleh wali itu tidak hanya nampak ketika hidup saja. Tetapi setelah wafat, waliyullah masih diberi karomah. Dan bagi pengikut Ahlussunnah wal Jama’ah, kepercayaan terhadap adanya waliyullah dan karomah itu perlu diyakini secara baik. Bahkan empat imam madzhab sudah bersepakat mengenai karomah yang ada para wali ketika hidup maupun sudah Muhammad Luthfi bin Yahya Pekalongan dalam karyanya Secercah Tinta 2012 mengungkapkan, banyak Nabi-nabi dari Bani Israil dengan mukjizatnya bisa menghidupkan orang mati. Lalu bagaimana umatnya Rasulullah SAW? Umat Rasulullah pun pada Bani Israil ada Nabi yang bisa menghidupkan orang mati, maka umat Nabi SAW pun bisa menghidupkan orang mati dengan karamahnya, seperti Syekh Abdul Qadir Jailani, sebagaimana disebutkan dalam juga Imam Yahya bin Hasan yang juga keturunan Syekh Abdul Qadir Jailani akhirnya disebut Bin Yahya. Karomah-karomahnya juga bisa menghidupkan orang mati. Melalui riwayat Habib Luthfi, dikisahkan suatu ketika berjalan dengan romobongan dari Tarim, Hadhramaut, Yaman, rombongan tersebut hendak ziarah ke Baitullah al-Haram Makkah kemudian ziarah ke makam Nabi Muhammad perjalanan ke Madinah setelah dari Makkah, seorang rombongannya ada yang meninggal. Kemudian ada yang melapor kepada Imam Yahya bahwa ada anggota rombongan yang meninggal. Lalu Imam Yahya datang dan memegang telinga orang tersebut dan berkata “Hai kamu mau saya ajak ziarah ke jaddana kakekku al-Musthafa SAW. Nanti setelah berziarah ke jaddana al-Musthafa SAW, mau mati, matilah. Ayo qum biidznillah, hiduplah kembali dengan izin Allah.”Akhirnya seorang anggota rombongan yang mati itu hidup kembali. Tetapi ketika kembali sampai di Tarim setelah ziarah ke makam Baginda Nabi Muhammad SAW, orang tersebut meninggal lagi. Itulah asal-usulnya kenapa disebut Bin Yahya, karena mempunyai karamah bisa menghidupkan. Menurut sumber kedua, disebut Yahya itu memang yang memberikan nama adalah Baginda Nabi SAW sesuai keterangan Habib Alwi bin Thahir Al-Hadad, Mufti seperti itu tercatat tidak sedikit. Mukjizatnya Nabi Allah Uzair, hewan yang sudah mati sekian ratus tahun bisa dihidupkan kembali. Umat Sayidina Muhammad SAW ada yang seperti itu, bisa menghidupkan hewan yang sudah mati, yaitu Habib Abu Bakar bin Abdullah bin Thalib al-Athas. Kambing kesenangannya mati, akhirnya dihidupkan kembali oleh Habib Abu Bakar. Wallahu’alam bisshawab. Fathoni
Waliadalah orang-orang mukmin yang bertakwa (kepada Allah), ulama yang mengamalkan ilmunya, dan orang-orang yang mati syahid. Sebagian ulama berkata bahwa eksistensi wali disebutkan dalam al-quran al-‘adhim. Dalam surat
. sbmgb796et.pages.dev/191sbmgb796et.pages.dev/959sbmgb796et.pages.dev/88sbmgb796et.pages.dev/74sbmgb796et.pages.dev/389sbmgb796et.pages.dev/305sbmgb796et.pages.dev/958sbmgb796et.pages.dev/682sbmgb796et.pages.dev/818sbmgb796et.pages.dev/437sbmgb796et.pages.dev/421sbmgb796et.pages.dev/13sbmgb796et.pages.dev/308sbmgb796et.pages.dev/805sbmgb796et.pages.dev/159
ayat tentang wali allah tidak mati